Kemarin, ibu meninggalkanku di atas daun alas
Seraya berharap aku bisa menari puas
Ketika awan menggelap, lalu turun hujan deras
Belum sempat kumenari puas, daunnya keburu amblas
Aku berdiri sambil merongrong kesakitan
Lantas mengutuki tiap butiran-butiran hujan
Ia membalasku dengan guntur dan badai
Aku jatuh, masuk ke sungai
Petir kian bersaut-sautan
Hujan dan badai tertawa cekikikan
Badanku mulai menghitam
Menabraki batu seperti
Ibuku berteriak ketakutan
Ia mengemis meminta tolong
sambil meloncat-loncat cekatan
namun, ia terpeleset jatuh ke kolong
nyawaku semakin terancam
giliranku sekarang mulai melolong
tiba-tiba lenganku merasa digenggam
seekor kepiting, mencapit,
menarikku ke pinggir jalan
segera ia pergi, lantas berkata dengan sombong
“dasar anak kecebong”
terusin “dong”….
hehhee…
keren nich puisinya … plok plok plok….
hahaha majas dan penggunaan katanya pas :))
haha lama ngak denger istilah anak kecebong. keren. selalu
lah… anak kecebong? kecebong itu bukannya anak? anak kodok 😀
Umpatan itu, mas. Anak yg blm bisa apa2 maksudnya
anak dalam bentuk kecebong. Ada anak dalam bentuk lain misalnya larva, cempe, gudel atau yang lain
Kecebongnya punya anak.. Hahah.. 😀
Assalaamu’alaikum wr.wb, Rivanlee…
Puisinya memberi makna tersirat dan bisa memberi ruang untuk berfikir. kelemahan tetap berlaku kepada semua makhluk dan memerlukan bantuan saat terdesak. namun ada manusia yang sombong mengakui kekuatan diri sehingga menyindir mereka yang lemah dengan memberi gelar yang menyesak jiwa. Ada pesan yang patut dijadikan teladan untuk difikirkan secara tersurat.
Salam sejahtera dari Sarikei, Sarawak.
Untung ketemu Om Ting yang gede kaya King Kong
Puisinya bagus. Tapi tadi kalau nggak baca komentarnya nggak tau artinya. hihi