Puan yang elok meski sedang marah
Akan kurapalkan doa sepanjang hujan yang turun sejak pagi agar terus hujan sepanjang hari supaya doa yang kurapalkan terus mustajab. Doa yang kurapalkan lebih lama dari menyusun skripsi atau menunggu hari di mana kita akan bersama setiap hari. Doa yang mungkin berhenti seiring dengan terbitnya matahari atau tak ada lagi hujan yang menggerutuki genting dan jendela kamarmu. Hujan yang membuat kamu sebal karena tidak bisa membuatmu bepergian. Tapi, ia akan menjadi hujan yang mengingatkanmu bahwa kamu butuh beristirahat.
Puan yang manis meski dengan poni berantakan
Akan kugamit tanganmu sepanjang kita berjalan di bawah temaram bulan dan pendar cahaya lampu-lampu kota sambil meratapi masa lalu tentang pertemuan perkenalan pertama kita hingga hal-hal bodoh yang membuat kita malu mengingatnya. Lantas kita menghabiskan malam di sebuah kafe mendengarkan Real Estate dengan melodi yang syahdu di tengah riuh dan macetnya ibu kota yang membuat kita lupa bahwa esok pagi kembali berangkat kerja.
Puan yang memesona meski sedang lesu
Kita benar-benar akan menghabiskan satu hari penuh tanpa kebiasaan-kebiasaan yang sering kita lakukan. Tak ada kopi, tak ada buku yang membuatku lupa bahwa di luar sana ada manusia, tak ada drama-drama klise korea yang membuatmu menjadi makhluk paling sentimentil selepas menontonnya. Kita akan melingkari tanggal-tanggal di kalender sambil merencanakan vakansi. Entah ke Queensland, entah ke Rhode island, entah ke Interlaken, entah ke tempat-tempat yang belum dijamah banyak orang.
Puan yang menawan walaupun sedang gusar
Usah kau tahu bahwa menjadi diri sendiri adalah laku terbaik yang bisa manusia lakukan. Kau tak perlu berpikir bagaimana orang memandangmu, respon terhadap sesuatu adalah upaya manusia untuk berkontribusi pada sekitar walau terkadang hanya formalitas belaka. Selama kau suka melakukan sesuatu dan kamu bisa mempertanggungjawabkan setiap yang kamu lakukan, lakukanlah. Atau kalau kamu takut, kamu bisa ajak aku melakukan hal bodoh tapi kita suka, seperti berbincang ngalor ngidul di sambil memandang kereta lewat atau di bangku-bangku yang terdapat di trotoar jalan protokol.
Puan yang lucu meski tak berias
Kini aku akan menatapmu diam-diam. Melakukan hal-hal pretensius yang sederhana, seperti memalingkan muka, berpura-pura tak peduli, dan membuat keadaan menjadi biasa sebagaimana rupa. Hanya semata-mata ingin menunjukkan kepadamu bahwa penolakan adalah ketengikan yang kadang kita mesti hadapi. Setelah itu, aku akan membuat keadaan kembali seperti semula. Keadaan yang membuatmu seolah dipermainkan lalu kau memukul-mukul bahuku dengan tawa dan sumpah serapah yang kau ucap.
Puan yang rambutnya tak lebih dari bahu
Akan kusisihkan sisa hujan semalam, mirip yang dituliskan Seno Gumira pada tokohnya, Alina, ketika ia dikirimkan sepotong senja, beserta angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Hanya saja tidak kusimpan dalam amplop, melainkan sebuah kotak yang cukup besar agar tidak bisa kamu bawa ke mana-mana. ya, hanya bisa kamu taruh di sudut kamar atau tumpukan buku-buku sisa kuliahmu dulu karena kotak ini bukanlah lini masa yang harus kamu cek setiap saat, melainkan kotak ini bagai semangkuk es campur yang nikmatnya tiada tara ketika disantap saat siang terik. Lebih-lebih ia tak hanya berisi hujan, ia berisi pula doa-doa yang kurapalkan di awal berikut imaji-imaji liar yang mampu membuatmu tersenyum masam tiap kali kau mencoba mengingatnya.
Bukankah kau suka dengan hal yang mengejutkan, puan?